Minggu, 30 Mei 2010

'Grey Area' Aturan Untungkan Mafia Pajak

Mafia Pajak


Senin, 31 Mei 2010 | 07:54 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Banyaknya wilayah abu-abu atau grey area dalam aturan perpajakan lebih menguntungkan para mafia pajak.

"Meskipun sudah ada reformasi birokrasi, grey area dalam menafsirkan setiap butir, ayat, atau kata-kata dalam undang-undang serta aturan turunnya masih terlalu luas. Ini menyuburkan pola pikir 'saya (petugas pajak) yang benar, wajib pajak salah', yang berakar kuat selama puluhan tahun. Ini salah satu ladang subur mafia pajak," ungkap ekonom Dradjad Hari Wibowo di Jakarta, Sabtu (29/5/2010).

Menurut Dradjad, salah satu solusi untuk mengurangi wilayah abu-abu itu adalah mengembangkan budaya second opinion di internal Direktorat Jenderal Pajak, antara lain dengan gelar perkara kasus-kasus pajak yang diselesaikan Direktorat Keberatan dan Banding atau di bagian pemeriksaan dan penyidikan pajak.

Selain itu, minimnya pengawasan mutual di Ditjen Pajak mendorong suburnya mafia pajak karena petugas pajak menjadi tidak peduli pada rekan sesama aparat pajak yang melakukan pelanggaran dan tidak ada keinginan untuk mengingatkan temannya yang berbuat salah.

"Adapun tax ratio (rasio penerimaan perpajakan terhadap produk domestik bruto) tidak pernah jauh dari 12 persen. Itu terjadi karena Ditjen Pajak kurang menerapkan strategi 'jemput bola' memungut pajak dari cash economy (aktivitas yang benar-benar menghasilkan uang tunai) dan aset terhindar pajak (aset-aset yang terakumulasi tanpa kejelasan pembayaran pajaknya). Jemput bola harus dilakukan secara friendly dan persuasif dalam konteks kemitraan dengan wajib pajak. Jangan semena-mena," tuturnya.

Dradjad mengatakan, reformasi pajak juga perlu dilakukan pada pengembangan teknologi informasi yang belum tertata meskipun Kementerian Keuangan sudah mendapatkan pinjaman dari Bank Dunia.

Pengamat pajak, Darussalam, mengatakan, reformasi di Ditjen Pajak saat ini belum menempatkan wajib pajak sebagai pihak yang memberikan kontribusi terhadap penerimaan negara.

Pajak masih dipandang semata-mata sebagai bentuk kewajiban kenegaraan sehingga sebagian hak-hak wajib pajak sering kali tidak diperhatikan. "Misalnya, hak untuk didengar pendapatnya ketika Ditjen Pajak akan mengeluarkan peraturan yang mengikat wajib pajak. Seharusnya wajib pajak dilayani sebaik mungkin," ujarnya. (OIN)

Sumber : http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/05/31/07540250/Grey.Area.Aturan.Untungkan.Mafia.Pajak

Ulasan:

Huft… Pajak merupakan pendapatan utama dari pemerintah, yang fungsinya adalah sebagai pemerataan pendapatan masyarakat. Masyarakat dituntut, bahkan terkesan dipaksa untuk membayar pajak, tapi apakah pengalokasian pajak itu sendiri sudah tepat?. Itu tugas pemerintah untuk menagani masalah ini dan memberantas para mafia pajak yang telah banyak merugikan Negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar