Minggu, 30 Mei 2010

Latar Belakang PI

Latar Belakang Masalah
Menurut Undang-undang Republik Indonesia No.10 Tahun 1998 Tanggal 10 Nopember 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Perbankan mempunyai peran strategis dalam menyerasikan dan menyeimbangkan masing-masing unsur dari Trilogi Pembangunan. Peran yang strategis tersebut terutama disebabkan oleh fungsi utama bank sebagai suatu wahana yang dapat menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien, guna mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional. Memperhatikan peranan lembaga perbankan yang demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terdapat pembinaan dan pengawasan yang efektif, dengan didasari oleh landasan gerak yang kokoh agar lembaga perbankan di Indonesia mampu berfungsi secara efisien, sehat, wajar, dan mampu melindungi secara baik dana yang dititipkan masyarakat tersebut ke bidang-bidang yang produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan.
Upaya mendukung pelaksanaan kinerja perbankan diperlukan peraturan yang digunakan sebagai landasan operasionalisasi perbankan, maka dibentuklah Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 tahun 1998. Secara umum tujuan dari perbankan di Indonesia dijelaskan dalam pasal 4 Undang-Undang No.10 tahun 1998, yaitu: Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
Eksistensi perbankan sangat diperlukan dalam suatu negara, untuk itu perlu diadakan pengawasan pembinaan usaha agar usaha bank dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Tujuan pembinaan dan pengawasan bank menurut pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 tahun 1998, yaitu: Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
Pelaksana fungsi pengawasan bank (otoritas pengawasan bank) di Indonesia dilakukan oleh bank sentral (Bank Indonesia). Fungsi bank sentral adalah menjaga kestabilan moneter. Adapun tolok ukurnya adalah kestabilan nilai mata uang negara yang bersangkutan, kestabilan harga, nilai tukar, dan pengendalian inflasi. Selain itu, bank sentral juga mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
Fungsi otoritas pengawasan bank ditempatkan di bank sentral, sehingga fungsi pokok bank sentral yaitu: (1) menjaga kestabilan moneter, (2) kelancaran dan kestabilan sistem pembayaran, serta (3) kesehatan dan kestabilan sistem perbankan. Ketiga fungsi tersebut terkait satu dengan yang lain, sehingga harus dikelola secara terpadu.
Keberadaan perbankan tentu tidak luput dari risiko yang mungkin akan terjadi. Adapun risiko perbankan antara lain ( Siamat, 1993):
1. Risiko kredit : Risiko akibat kegagalan atau ketidakmampuan nasabah mengembalikan jumlah pinjaman yang telah diterima dari bank beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan
2. Risiko investasi : Berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kerugian akibat penurunan nilai pokok dari portfolio surat-surat berharga.
3. Risiko operasional : Merupakan ketidakpastian mengenai kegiatan usaha bank.
4. Risiko penyelewengan : kerugian yang dapat terjadi akibat hal-hal seperti ketidakjujuran, penipuan atau moral hazard dari pelaku bisnis perbankan baik pejabat, karyawan dan nasabah.

Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) bank dihitung berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No.5/12/PBI/2003 Tanggal 17 Juli 2003 diwajibkan setiap bank mempunyai KPMM 8%. Jadi jika terdapat perbankan yang mempunyai KPMM atau CAR <8% maka bank tersebut tidak sehat. Rasio ini merupakan rasio yang memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung unsur risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) yang ikut dibiayai dari modal sendiri disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber diluar bank.
Likuiditas merupakan masalah yang sering dihadapi dunia perbankan selain masalah CAR. Pengalaman krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 berpengaruh terhadap krisis perbankan. Surat Edaran Bank Indonesia No.3/30/DPNP tgl 14 Desember 2001 bahwa LDR bank dikatakan sehat jika memiliki LDR 85%-110%. Masalah likuiditas disebabkan karena penarikan dana secara besar-besaran dari sistem perbankan (Bank Runs) dan cara Pemerintah mengantisipasi krisis yang timbul (hasil riset Bank Indonesia,2002:32). Sebagai akibatnya, sejumlah bank yang telah mengalami kesulitan likuiditas telah melanggar ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM). Oleh karena itu Bank Indonesia menyediakan bantuan likuiditas yang disebut Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk membantu bank yang mengalami kesulitan likuiditas.
Kesulitan likuiditas makin parah dengan kebijakan pemerintah menaikkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) (tercatat hingga 70,81% pada tahun 1998). Kebijakan ini jelas memaksa sektor perbankan untuk menaikkan suku bunganya sehingga banyak kredit yang tidak dapat tertagih. Namun dalam persoalan krisis tahun 2008 lalu, penanganan krisis tahun 2008 lebih baik, terbukti tingkat suku bunga cukup stabil hingga akhir desember 2009.
Table tingkat suku bunga berdasakan jenis penggunaan
Jenis Peggunaan 2008 2009
Jan Des Jan Des
Modal Kerja
Rupiah 12,60 14,63 14,74 13,27
Valas 6,17 6,44 6,20 5,02
Investasi
Rupiah 12,50 13,99 13,91 12,55
Valas 6,97 7,01 6,90 5,88
Konsumsi
Rupiah 15,45 15,82 15,88 15,81
Valas 4,09 3,85 4,60 0,67

Disamping harus memperhatikan cadangan minimum dan likuiditas bank, bank juga dituntut untuk dapat menghasilkan laba (profitabilitas) melalui penjualan jasanya. Sumber utama pendapatan melalui penjualan jasa perbankan adalah penjualan kredit. Penjualan kredit tentu menyebabkan aliran kas keluar yang dapat mengurangi cadangan kas yang ada. Semakin besar kemampuan bank untuk menciptakan kredit, semakin besar pula kesempatan bank untuk memperoleh laba, akan tetapi perluasan kredit dapat mengurangi tingkat likuiditas bank. Hal inilah yang sulit dilakukan oleh para bankir untuk mengelola liquidity dan profitability yang sejak dahulu menjadi dilema dunia perbankan karena sifatnya yang selalu bertentangan kepentingan (conflict of interest) (Sinungan,1993:98).
Bisnis perbankan sebenarnya memperjual-belikan apa yang disebut risk dan service. Akan tetapi dalam menghadapi suatu persaingan perbankan sering berusaha melonggarkan service-nya, agar produk yang ditawarkan oleh bank tersebut berkesan mudah dijual. Nmaun, tanpa disadari bahwa pada saat service itu dilonggarkan, sejak itu pula tingkat risk bagi bank menjadi lebih tinggi. Begitu sebaliknya, kalau unsur risk-nya ditingkatkan, service yang dapat diberikan akan berkurang, sehingga produknya sulit dipasarkan.
Dalam menjalankan fungsinya sebagai financial intermediary yang mempertemukan surplus unit of fund dengan defisit unit of fund bank juga harus menjaga rasio kecukupan modalnya atau CAR (Capital Adequacy Ratio) (pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 tahun 1998). Modal juga merupakan aspek yang sangat penting untuk menilai kesehatan bank. Modal digunakan untuk menilai seberapa besar kemampuan bank untuk menanggung risiko-risiko yang mungkin akan terjadi.
Dari beberapa penjelasan tentang kecukupan modal serta likuiditas yang harus dijaga oleh bank, disamping itu bank juga harus mendapatkan laba yang cukup baik. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengangkat judul “PENGARUH CAPITAL ADEQUACY RATIO (CAR) DAN LIKUIDITAS TERHADAP PROFITABILITAS BANK UMUM”.

Kaji Pembatasan BBM Bersubsidi

Anggota Komisi VII DPR

Senin, 31 Mei 2010 | 10:05 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, Muchammad Romahurmuziy, meminta pemerintah mengkaji secara mendalam rencana pembatasan pemakaian bahan bakar minyak bersubsidi.

"Opsi yang diambil harus dikaji secara matang," kata Muchammad Romahurmuziy–akrab disapa Romy–yang juga Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPR, di Jakarta, Senin (31/5/2010).

Menurut Romy, pembatasan peredaran BBM bersubsidi hendaknya hanya dikenakan pada kendaraan pribadi dengan kapasitas silinder 1.500 cc ke atas.

"Angkutan umum dan barang tetap harus mendapatkan prioritas sebagai penerima BBM bersubsidi," ujarnya.

Demikian halnya dengan sepeda motor harus tetap menjadi penerima BBM bersubsidi.

Meskipun pertumbuhan sepeda motor cukup tinggi, kata dia, kendaraan tersebut adalah moda transportasi rakyat ekonomi menengah ke bawah yang paling efektif.

Romy juga meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjelaskan ke publik hasil uji coba metode kartu pintar (smart card) yang sudah menelan anggaran miliaran rupiah dalam dua tahun anggaran.

"Uji coba jangan hanya sekadar berorientasi proyek yang menghabiskan anggaran saja," katanya mengingatkan.

Sebelumnya, Ketua Komisi VII DPR Teuku Rifky Harsya mengatakan, pihaknya akan meminta penjelasan pemerintah terkait rencana pembatasan pemakaian BBM bersubsidi tersebut.

Menurut dia, pemerintah memang sudah seharusnya mengendalikan pemakaian BBM bersubsidi.

Namun, lanjut dia, tujuan pembatasan tidak hanya agar alokasi subsidi BBM tepat sasaran, tetapi kemampuan masyarakat harus menjadi pertimbangan utama.

Pemerintah telah memastikan kendaraan sepeda motor akan tetap mendapat premium bersubsidi.

Menteri ESDM Darwin Saleh mengatakan, pembatasan pemakaian BBM bersubsidi akan mempertimbangkan kemampuan masyarakat.

"Pada prinsipnya kendaraan umum dan golongan masyarakat tidak mampu tetap mendapatkan subsidi, termasuk sepeda motor," katanya.

Dalam pembahasan pembatasan pemakaian BBM subsidi muncul sejumlah opsi, termasuk membatasi pemakaian premium sepeda motor.

Menurut Darwin, pemerintah akan lebih memfokuskan pembatasan BBM bersubsidi pada masyarakat golongan mampu, seperti pemilik kendaraan mewah.

Pemerintah sedang mengkaji sejumlah opsi pembatasan pemakaian BBM bersubsidi pada 2010.

Sejumlah opsi itu, antara lain, melarang kendaraan tahun produksi 2005 ke atas memakai BBM bersubsidi, melarang kendaraan produksi 2007 ke atas, melarang semua kendaraan sedan, dan hanya kendaraan berpelat kuning yang diperbolehkan membeli BBM bersubsidi.

Opsi lainnya adalah PT Pertamina (Persero) mengurangi dispenser BBM bersubsidi dan menambah dispenser nonsubsidi di SPBU, pembuatan bahan bakar dengan angka oktan antara 88 sampai 92, pemanfaatan stiker yang harus dibeli di kepolisian setempat dengan masa berlaku bulanan, dan tidak memberikan garansi kendaraan apabila membeli BBM bersubsidi.

Pemerintah menargetkan pengkajian pembatasan pemakaian BBM bersubsidi selesai Juni 2010 dan selanjutnya diuji coba di Pulau Jawa pada Agustus 2010.

Program pembatasan pemakaian BBM bersubsidi tahun 2010 ditargetkan mencakup sebanyak 4 juta kiloliter.

Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2010, kuota BBM bersubsidi ditetapkan sebanyak 36,5 juta kiloliter.

Sementara, berdasarkan estimasi BPH Migas, konsumsi BBM bersubsidi pada 2010 akan membengkak mencapai 40,1-40,5 juta kiloliter.

"Karena itu, pembatasan pembelian BBM bersubsidi tahun ini dengan target sampai 4 juta kiloliter," katanya menegaskan.

Sumber : http://nasional.kompas.com/read/2010/05/31/10055518/Kaji.Pembatasan.BBM.Bersubsidi

Ulasan :

Menurut saya, boleh saja pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk pembatasan subsidi BBM, tapi, pelaksanaanya harus tetap diawasi, dan di jalankan secara jujur. Jangan sampai kebijakan tersebut terkesan berat sebelah, sehingga ada pihak yang merasa diuntungkan, sedangkan pihak lain merasa dirugikan.

Hibah Rp 15 Miliar, Untuk Apa?

Laporan wartawan KOMPAS.com Inggried Dwi Wedhaswary
Senin, 31 Mei 2010 | 10:38 WIB
Ilustrasi Gedung DPR
JAKARTA, KOMPAS.com - Usulan dana hibah Rp15 miliar bagi para anggota Dewan per masing-masing daerah pemilihan, tengah mengemuka. Dana tersebut, dikabarkan untuk membiayai kegiatan anggota Dewan di daerah pemilihannya.
Sekjen Partai Persatuan Pembangunan, Irgan Chairul Mahfidz, mengatakan, usulan itu masih berupa wacana yang belum matang dibicarakan. "Fraksi PPP belum mendengar konkrit usulan tersebut. Apakah usulan itu berasal dari Badan Anggaran atau Komisi XI. Kami akan mempertanyakan darimana datangnya usulan tersebut," kata Irgan, Senin (31/5/2010), di Gedung DPR, Jakarta.
Ia mengakui, pola pemilihan langsung anggota Dewan, telah menyebabkan besarnya tuntutan dari konstituen kepada para wakil rakyat. Hubungan kedekatan secara emosional antara konstituen dan wakil rakyat yang dipilihnya, membuat mereka langsung meminta agar anggota Dewan lebih konkrit memberikan kontribusi bagi daerahnya.
"Tuntutan dana aspirasi tidak lagi birokratis. Kami bisa merasakan itu. Ternyata, mekanisme dipilih langsung itu menyebabkan besarnya tuntutan kepada anggota Dewan. Mereka bisa meminta dengan datang sendiri, SMS dan semua menuntut perhatian," ujarnya.
Irgan sendiri tak menyatakan, apakah Fraksi PPP menyetujui atau tidak atas usulan tersebut. "Masih akan dibahas di Fraksi. Bagaimanapun, maksud pengalokasian agar para anggota konsentrasi untuk membina dapilnya masing-masing. Agar ada tanggungjawab terhadap dapilnya," kata Irgan.
Yang terpenting, menurutnya, jika usulan tersebut disetujui, perlu pengawasan ketat terhadap pelaksanaan dan eksekusi dana tersebut. Sebagai informasi, dalam satu daerah pemilihan terdapat minimal tiga orang anggota dewan dan maksimal 10 orang anggota. Dengan kata lain, jika usulan ini disetujui, maka per anggota dewan mendapatkan Rp1,5 miliar hingga Rp 5 miliar per orang untuk digunakan di daerah pemilihannya masing-masing.

Sumber : http://nasional.kompas.com/read/2010/05/31/10384684/Hibah.Rp.15.Miliar..Untuk.Apa.
Ulasan:

Hey,, para anggota dewan yang terhormat..

Kalau kalian ingin mendapat untung dan cepat kaya, buka perusahaan sendiri dong.. Jangan jadikan Negara ini sebagai perusahaan pribadi milik kalian!!

Kalau kalian talah mampu dan berhasil dalam menjalankan tugas, baru minta uang extra.. Jangan seenaknya aja dong.. Katanya sebagai wakil rakyat, tapi malah gencet rakyat..

Sri Mulyani: Saya Menang!

Laporan wartawan KOMPAS Orin Basuki
Selasa, 18 Mei 2010 | 21:14 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat beramah-tamah dengan wartawan di rumah dinas menteri di kawasan Widya Candra, Jakarta, Kamis (13/5). Acara ini digelar untuk menjalin silaturahim sekaligus perpisahan menjelang keberangkatan Sri Mulyani ke Washington DC untuk menjalankan tugas baru sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia.
JAKARTA, KOMPAS.com — Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa keputusan undur diri dari posisi menteri keuangan dan memilih pergi ke Washington untuk menjadi Direktur Pelaksana Bank Dunia bukanlah suatu kekalahan. Kepergiannya justru merupakan kemenangan karena dia tidak didikte oleh kekuatan politik yang tidak menghendaki keberadaannya lagi dalam jajaran pejabat publik.

"Saya berhasil dan menang karena tidak didikte oleh siapa pun. Saya merasa berhasil karena saya tidak mengingkari nurani saya, dan saya masih menjaga martabat, serta menjaga harga diri saya. Maka saat ini saya menang," ungkap Sri Mulyani saat menutup kuliah umum tentang "Kebijakan Publik dan Etika Publik" di Jakarta, Selasa (18/5/2010).

Sri Mulyani menegaskan bahwa keberlanjutkan reformasi birokrasi di Indonesia sangat tergantung pada sikap kelompok menengahnya. Kelompok menengah inilah yang memberikan energi pada reformasi karena menjadi pembayar pajak yang mengerti pada maksud dan tujuan pajak itu sendiri.

"Kelompok seperti Anda yang kelas menengah dan yang sangat sadar membayar pajak untuk menjaga republik ini tetap berdiri. Sebetulnya, di tangan orang seperti Anda-lah republik ini harus dijaga," ungkapnya.

Kuliah umum ini menjadi testimoni kali pertama bagi Sri Mulyani di depan umum tentang apa yang sebenarnya terjadi atas dirinya di balik keputusan untuk mundur dari posisi menteri keuangan. Sri Mulyani menegaskan bahwa kepergiannya ke Washington dan mundur dari posisi menteri keuangan didasari alasan bahwa sumbangannya sebagai pejabat publik sudah tidak dikehendaki di tengah situasi politik yang sudah kurang beretika.

"Kalau hari ini ada yang menyesalkan atau menangisi kenapa Sri Mulyani memutuskan mundur dari menkeu, ini adalah suatu kalkulasi bahwa sumbangan saya atau apa pun yang saya putuskan sebagai pejabat publik tidak lagi dikehendaki di dalam sistem politik ketika perkawinan kepentingan itu sangat dominan. Banyak yang mengatakan ini adalah kartel. Saya lebih suka mengatakannya kawin, walaupun jenis kelaminnya sama," ungkapnya.

Sumber : http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/05/18/21140067/Sri.Mulyani:.Saya.Menang.

Ulasan:

Indonesia, memang Negara yang unik..

Dulu, BJ. Habibie, yang tidak dihargai, dan akhirnya Negara jerman menampung beliau dengan senang hati.

Sekarang, sejarah terulang kembali.

Seorang Mentri Keuangan yang jenius, yang telah menyelamatkan perekonomian Negara, justru di rendahkan, dan imbasnya, PBB dengan sangat senang hati menerima kedatangan seorang Sri Mulyani.

Mungkin sosok yang di cari sebagai pemimpin adalah seperti Gayus Tambunan yang berstatus sebagai mafia pajak, Siswono seorang kapolri yang telah menyalah gunakan jabatannya, atau seorang sosok Abu Rizal Bakrie bapak pemimpin yang tanpa malu melepas tanggung jawabnya dalam kejadian lumpur lapindo..

Heeh.. Beginilah keadaan Indonesia, Negara ter-unik…

'Grey Area' Aturan Untungkan Mafia Pajak

Mafia Pajak


Senin, 31 Mei 2010 | 07:54 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Banyaknya wilayah abu-abu atau grey area dalam aturan perpajakan lebih menguntungkan para mafia pajak.

"Meskipun sudah ada reformasi birokrasi, grey area dalam menafsirkan setiap butir, ayat, atau kata-kata dalam undang-undang serta aturan turunnya masih terlalu luas. Ini menyuburkan pola pikir 'saya (petugas pajak) yang benar, wajib pajak salah', yang berakar kuat selama puluhan tahun. Ini salah satu ladang subur mafia pajak," ungkap ekonom Dradjad Hari Wibowo di Jakarta, Sabtu (29/5/2010).

Menurut Dradjad, salah satu solusi untuk mengurangi wilayah abu-abu itu adalah mengembangkan budaya second opinion di internal Direktorat Jenderal Pajak, antara lain dengan gelar perkara kasus-kasus pajak yang diselesaikan Direktorat Keberatan dan Banding atau di bagian pemeriksaan dan penyidikan pajak.

Selain itu, minimnya pengawasan mutual di Ditjen Pajak mendorong suburnya mafia pajak karena petugas pajak menjadi tidak peduli pada rekan sesama aparat pajak yang melakukan pelanggaran dan tidak ada keinginan untuk mengingatkan temannya yang berbuat salah.

"Adapun tax ratio (rasio penerimaan perpajakan terhadap produk domestik bruto) tidak pernah jauh dari 12 persen. Itu terjadi karena Ditjen Pajak kurang menerapkan strategi 'jemput bola' memungut pajak dari cash economy (aktivitas yang benar-benar menghasilkan uang tunai) dan aset terhindar pajak (aset-aset yang terakumulasi tanpa kejelasan pembayaran pajaknya). Jemput bola harus dilakukan secara friendly dan persuasif dalam konteks kemitraan dengan wajib pajak. Jangan semena-mena," tuturnya.

Dradjad mengatakan, reformasi pajak juga perlu dilakukan pada pengembangan teknologi informasi yang belum tertata meskipun Kementerian Keuangan sudah mendapatkan pinjaman dari Bank Dunia.

Pengamat pajak, Darussalam, mengatakan, reformasi di Ditjen Pajak saat ini belum menempatkan wajib pajak sebagai pihak yang memberikan kontribusi terhadap penerimaan negara.

Pajak masih dipandang semata-mata sebagai bentuk kewajiban kenegaraan sehingga sebagian hak-hak wajib pajak sering kali tidak diperhatikan. "Misalnya, hak untuk didengar pendapatnya ketika Ditjen Pajak akan mengeluarkan peraturan yang mengikat wajib pajak. Seharusnya wajib pajak dilayani sebaik mungkin," ujarnya. (OIN)

Sumber : http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/05/31/07540250/Grey.Area.Aturan.Untungkan.Mafia.Pajak

Ulasan:

Huft… Pajak merupakan pendapatan utama dari pemerintah, yang fungsinya adalah sebagai pemerataan pendapatan masyarakat. Masyarakat dituntut, bahkan terkesan dipaksa untuk membayar pajak, tapi apakah pengalokasian pajak itu sendiri sudah tepat?. Itu tugas pemerintah untuk menagani masalah ini dan memberantas para mafia pajak yang telah banyak merugikan Negara.

Inggris Bantu RI Kembangkan Bisnis Syariah

Senin, 31/05/2010 10:53 WIB
Whery Enggo Prayogi - detikFinance
Jakarta - Inggris sebagai pemimpin keuangan syariah di dunia menawarkan bantuan kepada Indonesia untuk mengembangkan bisnis keuangan syariahnya. Tawaran ini disampaikan oleh Duta Besar Global Inggris, khusus bidang jasa pelayanan keuangan (Lord Mayor of The City of London) yang membawahi bidang keuangan khususnya di wilayah Asia Alderman Nick Anstee.

Alderman hari ini mendatangi Bursa Efek Indonesia dan diberi kesempatan membuka perdagangan saham. Kunjungan Alderman bertujuan untuk menjajaki kerjasama finansial kedua negara, juga dengan negara-negara di Asia.

"Indonesia adalah pasar Islam terbesar di dunia dan memiliki kekuatan yang unik bagi komunitas keuangan internasional," jelasnya seusai membuka perdagangan saham di gedung BEI, SCBD, Jakarta, Senin (31/5/2010).

Ia menambahkan, London sebagai pemimpin keuangan syariah dunia, di masa depan dapat berbagi pertumbuhan signifikan di sektor keuangan syariah.

"Kami akan berbagi pertumbuhan dengan bekerja sama mengembangkan infrastruktur, baik fisik ataupun finansial, yang tentunya diperlukan Indonesia," ucapnya.

Inggris, dari laporan Bank Dunia, merupakan negara Eropa yang paling ramah terhadap bisnis. Mereka memiliki banyak hal yang ditawarkan kepada perusahaan Indonesia. "Dengan bekerja sama di seluruh level, kita akan dapat menghadapi tantangan dan kesempatan yang ada di era keuangan yang baru ini," paparnya.

Usai mengunjungi Indonesia, Alderman juga akan meneruskan perjalanan ke Singapura dan Tokyo. Kunjungan dirancang untuk memperkuat hubungan finansial antara Inggris dengan Asia.

"Meskipun Asia telah mampu mengatasi badai keuangan lebih baik dari siapapun, dua tahun terakhir merupakan masa yang sulit bagi bisnis dan jasa keuangan secara global," imbuhnya.
(wep/dnl)

Sumber : http://www.detikfinance.com/read/2010/05/31/105325/1366479/6/inggris-bantu-ri-kembangkan-bisnis-syariah?f9911023

Ulasan:

Tawaran inggris cukup menarik, dan apabila Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan inggris, hal tersebut akan memperbaiki perekonomian Indonesia menjadi lebih maju. Lagi pula Negara maju seperti inggris, tidaklah memilih rekan kerjasama tanpa mempertimbangkan apakah Negara tersebut mampu bertahan dalam goncangan keuangan dunia. Hal yang mungkin jadi pertimbangan inggris untuk melakukan kerja sama financial, mungkin mengingat Indonesia menjadi salah satu Negara di asia yang dapat mempertahankan kondisi financial-nya terhadap goncangan krisis keuangan global pada tahun 2008 lalu. Sedangkan kekuatan bank syariah telah teruji pada saat Indonesia mengalami krisis multidimensional pada tahun 1997-1998, ketika bank – bank umum konvensional sedang mengalami kesulitan likuiditas, dan bank syariah mampu bertahan.

BI Imbau Perbankan Waspadai Krisis Eropa

Senin, 31 Mei 2010 | 09:27 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Bank Indonesia mengimbau kalangan perbankan di Tanah Air agar waspada dan terus memerhatikan perkembangan ekonomi global. Kewaspadaan ini amat penting agar perbankan siap menghadapi kemungkinan terburuk, misal ada guncangan yang besar dari krisis yang terjadi di Eropa.

Deputi Gubernur BI Muliaman Dharmansyah Hadad menuturkan, saat ini ekonomi global tengah berada dalam kondisi penuh ketidakpastian. "Saat ini, perbankan kita masih cukup tahan (resilient) dari kemungkinan guncangan yang besar dari berlarut-larutnya situasi di Eropa. BI meminta kepada manajemen (perbankan) senantiasa memantau secara dekat kemungkinan dampak yang akan dihadapi," ujar Muliaman kepada Kontan belum lama ini.

Sebagai antisipasi terhadap kemungkinan krisis, BI secara rutin menggelar uji tingkat tekanan (stress test) kondisi sektor keuangan, termasuk perbankan. Dalam laporan kajian stabilitas keuangan terakhir BI, salah satu titik utama yang menjadi sumber instabilitas sektor keuangan adalah arus keluar masuk dana asing (capital flow).

"Capital inflow jangka pendek terus meningkat seiring membaiknya kinerja ekonomi kita," jelas Muliaman. Ini mengakibatkan sistem keuangan menjadi semakin rentan terhadap pembalikan arus dana secara serentak dan tiba-tiba (sudden reversal). Pembalikan dana terjadi di instrumen yang likuid, seperti Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Utang Negara (SUN), dan saham.

Masih sehat
Untunglah, hasil kajian BI terakhir mencatat, secara umum industri perbankan memiliki risiko nilai tukar yang relatif rendah. Hasil stress test risiko nilai tukar menunjukkan, depresiasi rupiah sebesar Rp 5.000 malah berpotensi meningkatkan capital adequacy ratio (CAR) industri perbankan sebesar 1,5 bps. Ini karena perbankan saat ini banyak yang mengambil posisi long untuk memelihara posisi devisa neto (PDN).

Hasil stress test terhadap kepemilikan SUN perbankan juga menunjukkan risiko pasar bank terkait harga SUN cukup rendah. Ini karena eksposur bank terhadap portofolio trading SUN hanya 4,02 persen dari total kepemilikan SUN bank. Alhasil, bank masih mampu mengatasi risiko penurunan harga SUN sampai 25 persen. Jika hal itu terjadi, CAR perbankan turun hingga 10 bps. Jika harga SUN anjlok lebih dari 25 persen, akan ada bank yang CAR-nya di bawah 8 persen.

Dalam hal likuiditas, hasil stress test menunjukkan, rasio noncore deposit perbankan hingga akhir tahun 2009 ada di angka 114,6 persen, atau di atas batas minimum 100 persen. Rasio ini menjadi indikator perbankan memenuhi kewajiban likuiditas jangka pendek. Ketika krisis 2008, rasio likuiditas bank sempat mencapai titik rendah, 84,9 persen.

Namun, risiko yang cukup besar dihadapi perbankan terkait suku bunga. Ia bilang, CAR perbankan berpotensi turun hingga 100 bps jika terjadi penurunan suku bunga hingga 5 persen. "Namun, jika suku bunga naik 4 persen atau lebih, akan ada bank yang CAR-nya turun jadi di bawah 8 persen," jelasnya.

Wakil Direktur Utama Bank Jasa Jakarta Lisawati dan Wakil Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN) Evi Firmansyah sepakat, dalam jangka pendek krisis Eropa tidak terlalu berpengaruh ke Indonesia mengingat saat ini rata-rata CAR perbankan nasional 14-15 persen. "Yang berbahaya adalah jika berlarut-larut karena akan memengaruhi ekspor," ujar Evi.

Terhambatnya ekspor akan berpengaruh pada semakin kecilnya pendapatan bank dari bisnis trade finance (bisnis internasional). Bila bisnis internasional melemah, bank hanya bisa berharap dari sektor domestik.

Menanggapi hasil stress test BI, Evi mengatakan, penurunan suku bunga akan memengaruhi pendapatan bank. Dampaknya, laba ditahan bank turun, sementara ekspansi kredit terus mengurangi CAR. Alhasil, CAR perbankan ikut turun. (Ruisa Khoiriyah, Roy Franedya/Kontan)

Sumber: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/05/31/09272392/BI.Imbau.Perbankan.Waspadai.Krisis.Eropa

Ulasan :

Kalau menurut saya, Indonesia berusaha untuk men-stabilkan tingkat suku bunga terutama suku bunga pada SBI.

Karena sesuai pengalaman dari krisis ekonomi tahun 1997-1998, perbankan Indonesia mengalami ambang kehancuran, dikarenakan kesulitan dalam likuiditas, oleh karena itu, BI mengucurkan dana lebih dari 40 trilyun untuk membantu likuiditas perbankan yang terkena masalah.

Hal tersebut sangat berlainan, saat terjadinya krisis ekonomi tahun 2008, yang tidak berdampak signifikan terhadap operasonal perbankan, hal tersebut ditunjukan dengan stabilnya nilai tukar rupiah, serta tingkat suku bunga.

Namun, untuk komoditas export, mungkin akan berpengarih, mengingat sebagian besar perusahaan Indonesia mendapat modal dari asing.