Minggu, 06 Maret 2011

Makalah Konvergensi IFRS ke PSAK

Proses Konvergensi IFRS di Indonesia
IFRS (International Financial Reporting Standard) merupakan pedoman penyusunan laporaan keuangan yang diterima secara global. Sejarah terbentuknya pun cukup panjang dari terbentuknya IASC/ IAFC, IASB, hingga menjadi IFRS seperti sekarang ini. Jika sebuah negara menggunakan IFRS, berarti negara tersebut telah mengadopsi sistem pelaporan keuangan yang berlaku secara global sehingga memungkinkan pasar dunia mengerti tentang laporan keuangan perusahaan di negara tersebut berasal.

Indonesia pun akan mengadopsi IFRS secara penuh pada 2012 nanti, seperti yang dilansir IAI pada peringatan HUT nya yang ke – 51. Dengan mengadopsi penuh IFRS, laporan keuangan yang dibuat berdasarkan PSAK tidak memerlukan rekonsiliasi signifikan dengan laporan keuangan berdasarkan IFRS. Adopsi penuh IFRS diharapkan memberikan manfaat :
1. memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan menggunakan SAK yang dikenal
secara internasional
2. meningkatkan arus investasi global
3. menurunkan biaya modal melalui pasar modal global
dan menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan

Strategi adopsi yang dilakukan untuk konvergensi ada dua macam, yaitu big bang strategy dan gradual strategy. Big bang strategy mengadopsi penuh IFRS sekaligus, tanpa melalui tahapan – tahapan tertentu. Strategi ini digunakan oleh negara – negara maju. Sedangkan pada gradual strategy, adopsi IFRS dilakukan secara bertahap. Strategi ini digunakan oleh negara – negara berkembang seperti Indonesia.

PSAK akan dikonvergensikan secara penuh dengan IFRS melalui tiga tahapan, yaitu tahap adopsi, tahap persiapan akhir dan tahap implementasi.

Tahap adopsi dilakukan pada periode 2008-2011 meliputi aktivitas adopsi seluruh IFRS ke PSAK, persiapan infrastruktur, evaluasi terhadap PSAK yang berlaku. Pada 2009 proses adopsi IFRS/ IAS mencakup :
1. IFRS 2 Share-based payment
2. IFRS 3 Business combination
3. IFRS 4 Insurance contracts
4. IFRS 5 Non-current assets held for sale and discontinued operations
5. IFRS 6 Exploration for and evaluation of mineral resources
6. IFRS 7 Financial instruments: disclosures
7. IFRS 8 Segment reporting
8. IAS 1 Presentation of financial statements
9. IAS 8 Accounting policies, changes in accounting estimates
10. IAS 12 Income taxes
11. IAS 21 The effects of changes in foreign exchange rates
12. IAS 26 Accounting and reporting by retirement benefit plans
13. IAS 27 Consolidated and separate financial statements
14. IAS 28 Investments in associates
15. IAS 31 Interests in joint ventures
16. IAS 36 Impairment of assets
17. IAS 37 Provisions, contingent liabilities and contingent assets
18. IAS 38 Intangible assets

Pada 2010 adopsi IFRS/ IAS mencakup :
1. IFRS 7 Statement of Cash Flows
2. IFRS20 Accounting for Government Grants and Disclosure of Government Assistance
3. IFRS24 Related Party Disclosures
4. IFRS29 Financial Reporting in Hyperinflationary Economies
5. IFRS33 Earnings per Share
6. IFRS34 Interim Financial Reporting
7. IFRS41 Agriculture

Sedangkan arah pengembangan konvergensi IFRS meliputi :
1. PSAK yang sama dengan IFRS akan direvisi, atau akan diterbitkan PSAK yang baru
2. PSAK yang tidak diatur dalam IFRS, maka akan dikembangkan
3. PSAK industri khusus akan dihapuskan
4. PSAK turunan dari UU tetap dipertahankan

Pada 2011 tahap persiapan akhir dilakukan dengan menyelesaikan seluruh infrastruktur yang diperlukan. Pada 2012 dilakukan penerapan pertama kali PSAK yang sudah mengadopsi IFRS. Namun, proses konvergensi ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dampak yang ditimbulkan dari konvergensi ini akan sangat mempengaruhi semua kalangan, baik itu bidang bisnis maupun pendidikan.

Dampak Konvergensi IFRS di Indonesia
Indonesia akan mengadopsi IFRS secara penuh pada 2012 nanti,. Dengan mengadopsi penuh IFRS, laporan keuangan yang dibuat berdasarkan PSAK tidak memerlukan rekonsiliasi signifikan dengan laporan keuangan berdasarkan IFRS. Namun, perubahan tersebut tentu saja akan memberikan efek di berbagai bidang, terutama dari segi pendidikan dan bisnis.

DAMPAK KONVERGENSI IFRS TERHADAP PENDIDIKAN
Dampak konvergensi IFRS untuk bidang pendidikan antara lain :

1. Perubahan mind stream dari rule-based ke principle-based
2. Banyak menggunakan professional judgement
3. Banyak menggunakan fair value accounting
4. IFRS selalu berubah dan konsep yang digunakan dalam suatu IFRS dapat berbeda dengan IFRS lain
5. Semakin meningkatnya ketergantungan ke profesi lain.
6. Perubahan text-book dari US GAPP ke IFRS.

DAMPAK KONVERGENSI IFRS TERHADAP BISNIS
Selain dampak terhadap dunia pendidikan IFRS juga menimbulkan dampak positif dan negatif terhadap dunia bisnis. Berikut ini adalah berbagai dampak yang ditimbulkan dari program konvergensi IFRS yang disampaikan dalam seminar setengah hari IAI dengan topik "Dampak konvergensi IFRS terhadap Bisnis" yang diselenggarakan pada tanggal 28 Mei 2009 kemarin :

1. Akses ke pendanaan internasional akan lebih terbuka karena laporan keuangan akan lebih mudah dikomunikasikan ke investor global
2. Relevansi laporan keuangan akan meningkat karena lebih banyak menggunakan nilai wajar.
3. Disisi lain, kinerja keuangan (laporan laba rugi) akan lebih fluktuatif apabila harga-harg fluktuatif.
4. Smoothing income menjadi semakin sulit dengan penggunakan balance sheet approach dan fair value
5. principle-based standards mungkin menyebabkan keterbandingan laporan keuangan sedikit menurun yakni bila penggunaan professional judgment ditumpangi dengan kepentingan untuk mengatur laba (earning management)

PSAK 57 menerangkan Tentang Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontijensi, Dan Asset Kontinjensi
Berikut ini merupakan isi dari PSAK 57 (revisi 2009) (dikutip sebagian)
Kewajiban Diestimasi dan Kewajiban Lainnya
11. Kewajiban diestimasi dapat dibedakan dari kewajiban lain, seperti utang dagang dan akrual, karena pada kewajiban diestimasi terdapat ketidakpastian mengenai waktu atau jumlah yang harus dikeluarkan pada masa datang untuk menyelesaikan kewajiban diestimasi tersebut. Sebaliknya:
(a) utang dagang adalah kewajiban untuk membayar barang atau jasa yang telah diterima atau dipasok dan telah ditagih melalui faktur atau secara formal sudah disepakati dengan
pemasok; dan
(b) akrual adalah kewajiban untuk membayar barang atau jasa yang telah diterima atau dipasok, tetapi belum dibayar, ditagih atau secara formal disepakati dengan pemasok, termasuk jumlah yang masih harus dibayar kepada para pegawai (misalnya jumlah tunjangan cuti). Meskipun sering kali perlu dilakukan estimasi atau penaksiran jumlah dan waktu akrual, tingkat ketidakpastiannya pada umumnya lebih rendah daripada tingkat ketidakpastian kewajiban diestimasi. Akrual sering dilaporkan sebagai bagian dari utang dagang atau utang lain-lain, sedangkan kewajiban diestimasi dilaporkan secara terpisah.

Hubungan antara Kewajiban Diestimasi dan Kewajiban Kontinjensi
12. Secara umum, semua kewajiban diestimasi bersifat kontinjensi karena tidak pasti dalam jumlah atau waktu. Tetapi, dalam Pernyataan ini istilah “kontinjensi” digunakan untuk kewajiban dan aset yang tidak diakui karena keberadaannya baru dapat dipastikan dengan terjadi atau tidak terjadinya satu
peristiwa atau lebih yang tidak pasti pada masa datang dan tidak sepenuhnya berada dalam kendali entitas. Di samping itu, istilah “kewajiban kontinjensi” digunakan untuk kewajiban
yang tidak memenuhi kriteria pengakuan.
13. Pernyataan ini membedakan berbagai istilah berikut:
(a) kewajiban diestimasi diakui sebagai kewajiban (dengan asumsi dapat dibuat estimasi andal) karena kewajiban diestimasi tersebut merupakan kewajiban masa kini dan kemungkinan besar (probable) mengakibatkan arus keluar sumber daya untuk menyelesaikan kewajiban tersebut; dan
(b) kewajiban kontinjensi tidak diakui sebagai kewajiban karena kewajiban kontinjensi tersebut merupakan salah satu dari berikut ini:
(i) kewajiban potensial karena belum pasti apakah entitas memiliki kewajiban kini yang akan menim bulkan arus keluar sumber daya; atau
(ii) kewajiban kini yang tidak memenuhi criteria pengakuan dalam Pernyataan ini (karena tidak besar
kemungkinan (not probable) bahwa penyelesaian kewajiban tersebut mengakibat kan arus keluar sumber
daya atau karena estimasi yang andal mengenai jumlah kewajiban tidak dapat dibuat).

PENGAKUAN

Kewajiban Diestimasi
14. Kewajiban diestimasi diakui jika:
(a) entitas memiliki kewajiban kini (baik bersifat hokum maupun bersifat konstruktif) sebagai akibat peristiwa masa lalu;
(b) kemungkinan besar penyelesaian kewajib an tersebut mengakibatkan arus keluar sumber daya; dan
(c) estimasi yang andal mengenai jumlah kewajiban ter sebut dapat dibuat.
Jika kondisi di atas tidak terpenuhi, maka kewajiban diestimasi tidak diakui.

Kewajiban Kini
15. Dalam kasus yang jarang terjadi, tidak dapat di tentukan secara jelas apakah terdapat kewajiban kini. Dalam hal ini, peristiwa masa lalu dianggap menimbulkan kewajiban kini jika, setelah mempertimbangkan semua bukti tersedia, terdapat kemungkinan lebih besar terjadi daripada tidak terjadi bahwa kewajiban kini telah ada pada akhir periode pelaporan.
16. Hampir semua peristiwa masa lalu menimbulkan kewajiban kini. Walaupun demikian, dalam beberapa peristiwa yang jarang terjadi, misalnya dalam tuntutan hukum, dapat timbul perbedaan pendapat mengenai apakah peristiwa tertentu sudah terjadi atau apakah peristiwa tersebut menimbulkan kewajiban kini. Jika demikian halnya, maka entitas menentukan apakah kewajiban kini telah ada pada akhir periode pelaporan dengan memper timbangkan semua bukti yang tersedia, termasuk misalnya, pendapat ahli. Bukti yang dipertimbangkan mencakup, antara lain, bukti tambahan yang diperoleh dari peristiwa setelah akhir periode pelaporan. Atas dasar bukti-bukti tersebut:
(a) jika besar kemungkinannya bahwa kewajiban kini telah ada pada akhir periode pelaporan, entitas mengakui kewajiban diestimasi (jika kriteria pengakuan kewajiban diestimasi terpenuhi); dan
(b) jika besar kemungkinan bahwa kewajiban kini belum ada pada akhir periode pelaporan, entitas mengungkapkan kewajiban kontinjensi. Pengungkapan tidak diperlukan jika kemungkinan arus keluar sumber daya kecil (lihat paragraf 87).

Peristiwa Masa Lalu
17. Peristiwa masa lalu yang menimbulkan kewajiban kini disebut peristiwa mengikat. Dalam suatu peristiwa mengikat, entitas tidak mempunyai alternatif realistis selain menye lesaikan kewajiban yang timbul dari peristiwa tersebut. Ini akan terjadi hanya jika:
(a) penyelesaian kewajiban dipaksakan oleh hukum; atau
(b) dalam kasus kewajiban konstruktif, suatu peristiwa (mungkin berupa tindakan entitas) menimbulkan harapan kuat dan sah pada pihak lain bahwa entitas akan bertanggung jawab terhadap kewajiban tersebut.
18. Laporan keuangan menggambarkan posisi keuangan entitas pada akhir periode pelaporan, bukan posisi keuangan yang mungkin terjadi pada masa datang. Oleh karena itu, entitas tidak mengakui kewajiban diestimasi untuk biaya-biaya yang diperlukan bagi operasi masa datang. Kewajiban yang diakui dalam laporan posisi keuangan entitas hanyalah kewajiban yang telah ada pada akhir periode pelaporan.
19. Kewajiban diestimasi diakui hanya bagi kewajiban yang timbul dari peristiwa masa lalu, yang terpisah dari tindakan entitas pada masa datang (yaitu penyelenggaraan entitas pada masa datang). Contoh kewajiban ini adalah denda atau biaya pemulihan pencemaran lingkungan, yang mengakibatkan arus keluar sumber daya untuk menyelesaikan kewajiban itu tanpa memandang tindakan entitas pada masa datang. Demikian juga, entitas mengakui kewajiban diestimasi bagi biaya ke giatan purna-operasi (decommissioning) instalasi minyak atau instalasi nuklir sebatas jumlah yang harus ditanggung entitas
untuk memperbaiki kerusakan yang telah ditimbulkan. Dalam kasus berbeda, seperti karena desakan bisnis atau ketentuan hu kum, entitas mungkin bermaksud atau harus menge luar kan biaya tertentu sehingga dapat beroperasi dengan cara ter tentu pada masa datang (misalnya, dengan memasang penyaring atau fi lter asap pada pabrik). Karena entitas dapat meng hindari pengeluaran biaya pada masa datang melalui tindakan pada masa datang, misalnya dengan mengubah metode operasi, entitas tidak mempunyai kewajiban kini atas pengeluaran masa datang tersebut. Oleh karena itu, kewajiban diestimasi tidak diakui.
20. Dalam setiap kewajiban selalu ada pihak lain yang memiliki hak atas penyelesaian kewajiban tersebut. Namun, entitas tidak perlu mengidentifi kasi pihak lain tersebut, bahkan pihak lain tersebut bisa saja masyarakat luas. Mengingat dalam suatu kewajiban selalu terdapat komitmen terhadap pihak lain, putusan manajemen atau unit organisasi yang berwenang tidak mengakibatkan timbulnya kewajiban konstruktif pada akhir periode pelaporan, kecuali putusan tersebut telah dikomunikasikan sebelum akhir periode pelaporan kepada pihak yang berkepentingan dengan penjelasan memadai sehingga pihak yang berke pentingan tersebut memiliki harapan yang kuat dan sah bahwa entitas akan memenuhi kewajibannya.
21. Suatu peristiwa mungkin tidak segera menimbulkan kewajiban konstruktif. Namun pada kemudian hari peristiwa tersebut dapat menimbulkan kewajiban konstruktif karena perubahan peraturan perundang-undangan atau tindakan entitas (misalnya, ketika entitas mempub likasikan suatu pengumuman secara cukup jelas). Misalnya, ketika terjadi kerusakan lingkungan, entitas tidak terikat untuk menanggulanginya. Akan tetapi, perbuatan yang mengakibatkan kerusakan tersebut akan menjadi peristiwa yang mengikat pada saat terbit peraturan perundang-undangan baru yang mengharuskan kerusakan itu untuk ditanggulangi atau pada saat entitas mengumumkan secara terbuka untuk menang gulangi kerusakan tersebut sehingga menimbulkan kewajiban konstruktif.
22. Ketika rancangan suatu per aturan perundang-undangan sedang dalam proses penyelesaian, kewajiban dianggap muncul hanya pada saat timbul keyakinan bahwa peraturan tersebut akan diberlakukan sesuai dengan rancangannya. Dalam Pernyataan ini kewajiban tersebut digo long kan sebagai kewajiban hukum. Pada berbagai kemungkinan situasi, sering kali sulit untuk menentukan terjadinya suatu peristiwa yang menimbulkan keyakinan bahwa suatu peraturan perundang-undangan akan diberlakukan. Bahkan, dalam banyak kasus tidak ada keyakinan mengenai pemberlakuan peraturan tersebut hingga peraturan tersebut benar-benar diberlakukan.

Kemungkinan Besar Arus Keluar Sumber Daya
23. Kewajiban yang memenuhi kualifi kasi pengakuan tidak hanya kewajian kini saja namun juga kemungkinan besar terjadinya arus keluar sumber daya untuk menyelesaikan kewajiban tersebut. Dalam Pernyataan ini, arus keluar sumber daya atau terjadinya suatu peristiwa dianggap sebagai suatu
“kemungkinan besar” jika kemungkinan terjadinya peristiwa tersebut lebih besar daripada kemungkinan tidak terjadinya peristiwa tersebut. Jika tidak terdapat kemungkinan besar bahwa kewajiban masa kini telah ada, entitas mengungkap kan kewajiban kontinjensi. Pengungkapan tersebut tidak perlu dilakukan jika kemungkinan arus keluar sumber daya kecil (lihat paragraf 86).
24. Jika terdapat sejumlah kewajiban serupa (misalnya garansi atau jaminan produk, atau kontrak-kontrak serupa), kemungkinan arus keluar sumber daya untuk menyelesaikan kewajiban tersebut ditentukan dengan mempertimbangkan keseluruhannya sebagai suatu kelompok kewajiban. Walaupun kemungkinan arus keluar sumber daya untuk tiap-tiap unsur kewajiban tersebut kecil, dapat saja terdapat kemungkinan besar arus keluar sumber daya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kelompok kewajiban secara keseluruhan. Jika hal itu terjadi, kewajiban diestimasi diakui (dengan syarat kriteria pengakuan lainnya terpenuhi).

Estimasi Kewajiban yang Andal
25. Penggunaan estimasi merupakan bagian mendasar dalam penyusunan laporan keuangan dan tidak mengurangi keandalan laporan keuangan tersebut. Hal itu tampak jelas pada kewajiban diestimasi, karena sifatnya mengandung ketidakpastian yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan sebagian besar pos-pos lainnya dalam laporan posisi keuangan. Kecuali pada beberapa kasus yang sangat jarang, entitas akan mampu menetapkan kisaran hasil dari berbagai peristiwa. Oleh karena itu, dalam mengakui kewajiban diestimasi, entitas dapat membuat estimasi kewajiban secara cukup andal.
26. Dalam kasus yang sangat jarang terjadi, yaitu jika estimasi yang andal tidak dapat dibuat, suatu kewajiban tidak dapat diakui. Kewajiban tersebut diungkapkan sebagai kewajiban kontinjensi (lihat paragraf 86).

Kewajiban Kontinjensi
27. Entitas tidak diperkenankan mengakui kewajiban kontinjensi.
28. Kewajiban kontinjensi diungkapkan, seperti ditentukan dalam paragraf 86, kecuali kemungkinan arus keluar sumber daya adalah kecil.
29. Jika entitas bertanggung jawab secara masing-masing dan bersama dengan pihak lainnya (tanggung renteng), bagian kewajiban yang diharapkan akan dipenuhi oleh pihak-pihak lain diperlakukan sebagai kewajiban kontinjensi. Entitas mengakui kewajiban diestimasi untuk bagian dari kewa jib an yang kemungkinan besar dipenuhi dengan arus keluar sumber dayanya, kecuali dalam keadaan sangat jarang, yaitu dalam hal estimasi andal tidak dapat dibuat.
30. Kewajiban kontinjensi dapat berkembang ke arah yang tidak diperkirakan semula. Oleh karena itu, kewajiban kontinjensi harus terus menerus dikaji ulang untuk menentukan apakah tingkat kemungkinan arus keluar sumber daya bertambah sehingga menjadi kemungkinan besar (probable). Jika timbul kemungkinan besar bahwa diperlukan arus keluar sumber daya untuk menyelesaikan suatu unsur yang sebelumnya diklasi fi kasikan sebagai kewajiban kontinjensi, maka entitas meng akui kewajiban diestimasi dalam laporan keuangan pada periode saat perubahan menjadi kemungkinan besar tersebut terjadi (kecuali dalam keadaan yang sangat jarang, yaitu ketika estimasi yang andal tidak dapat dibuat).


Aset Kontinjensi
31. Entitas tidak diperkenankan mengakui ada nya asset kontinjensi.
32. Aset kontinjensi biasanya timbul dari peristiwa tidak terencana atau tidak diharapkan yang menimbulkan kemungkinan arus masuk manfaat ekonomis bagi entitas, contohnya adalah klaim yang diajukan entitas melalui proses hukum, yang hasilnya belum pasti.
33. Aset kontinjensi tidak diakui dalam laporan keuangan karena dapat menimbulkan pengakuan penghasilan yang mung kin tidak pernah terealisasikan. Akan tetapi, jika realisasi penghasilan sudah dapat dipastikan, aset tersebut bukan merupakan aset kontinjensi, melainkan diakui sebagai aset.
34. Aset kontinjensi diungkapkan jika terdapat ke mungkinan besar arus masuk manfaat ekonomis akan diperoleh entitas sebagaimana diatur dalam paragraf 89.
35. Aset kontinjensi dikaji ulang secara terus-menerus untuk memastikan bahwa perkembangannya telah tercermin dengan semestinya dalam laporan keuangan. Jika dapat dipastikan bahwa entitas akan menerima arus masuk manfaat ekonomis, maka entitas akan mengakui aset dan penghasilan terkait
dalam laporan keuangan pada periode timbulnya kepastian tersebut. Akan tetapi, jika yang timbul hanya kemungkinan besar (bahwa entitas akan memper oleh arus masuk manfaat ekonomis), maka entitas mengung kapkannya sebagai asset kontinjensi (lihat paragraf 90).

Beberapa pernyataan dari PSAK 57 (revisi 2009) yang sama dengan IAS 37

(PSAK 57)

(IAS 37)

Kewajiban kontinjensi adalah kewajiban yang umumnya tidak diakui dalam neraca karena ketidakpastian tentang baik kemungkinan arus keluar sumber daya atau tentang jumlah arus, atau kewajiban mungkin saat adanya kewajiban tidak pasti.

Sama dengan IAS 37.

Rincian kewajiban kontinjensi diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan, kecuali kemungkinan arus keluar sumber daya sangat kecil atau dalam kasus-kasus langka ketika pengungkapan bisa serius prasangka posisi entitas dalam suatu perselisihan dengan pihak lain.

Sama dengan IAS 37.

Aset kontinjensi biasanya timbul dari peristiwa tidak terencana atau tidak diharapkan yang menimbulkan kemungkinan arus masuk manfaat ekonomis bagi entitas, yang hasilnya belum pasti.

Sama dengan IAS 37.

Aset kontinjensi tidak diakui dalam laporan keuangan karena dapat menimbulkan pengakuan penghasilan yang mung kin tidak pernah terealisasikan. Akan tetapi, jika realisasi penghasilan sudah dapat dipastikan, aset tersebut bukan merupakan aset kontinjensi, melainkan diakui sebagai aset.

Sama dengan IAS 37.

Kewajiban kontinjensi diasumsikan dalam penggabungan usaha diakui apabila nilai wajarnya andal diukur.

Sama dengan IAS 37.



Sumber: http://acctbuzz.blogspot.com/2009/08/proses-konvergensi-ifrs-2012-di.html